JUMAT bukan hari pendek. Tapi justru hari yang akan memperpanjang daftar amal. Ada shalat Jumat yang menyediakan pahala berlipat.
Jumat juga hari yang bersih karena kita dianjurkan membersihkan badan secara fisik. Kuku dan rambut dipotong. Mandi besar dan pakai wewangian.
Jumat hari bersihkan jiwa dengan “wukuf” sejenak mendengarkan nasehat-nasehat kebajikan dari para ulama yang berkhutbah. Jadi, Jumat banyak menyediakan amal kemuliaan karena itu bukan hari keramat.
Jika Haji adalah konferensi Muslim sedunia bertempat di Mekkah setahun sekali, maka Jumat adalah konferensi sedunia per pekan dan bersifat lokal.
Jika shalat Dhuhur selain di hari Jumat biasa dilakukan tidak serentak tidak demikian dengan shalat Jumat. Tidak lazim Jumatan sendirian.
Maka saya sebut Jumatan adalah konferensi Muslim sedunia tapi bersifat lokal. Masing-masing masjid lokal menjadi penyelenggaranya.
Jumat saya sebut wukuf, karena jamaah disyaratkan tenang, diam, dan tidak bicara sepatah kata pun. Itulah hakekat wukuf. Bedanya dengan Jumat. Dalam wukuf saat haji kita diam untuk mendengar langsung Tuhan “berbicara”, memberi perintah-perintah subjektif.
Namun dalam diam saat Jumatan perintah-perintah Tuhan kita dengar secara tak lansung melalui para khatib. Sungguh mulia kedudukan khatib.
Khatib berbicara bukan mewakili dirinya, karena itu ada pakem-pekem tertentu yang membedakan Khutbah Jumat dengan ceramah biasa.
Di antara pakem khatib Jumat ialah memuji Tuhan, bersyahadat, bershalawat pada Nabi SAW, nasehat tentang takwa, dan mendoakan jamaah.
Karena yang disampaikan adalah pesan-pesan Tuhan dan Nabi-Nya, maka jaamah Jumat tak boleh membantahnya. Ingat jamaah sedang “wukuf”.
Maka sebelum Jumatan dimulai, jamaah Jumat sering diingatkan: ansitu, wasmau, waatiu (diamlah, dengarkanlah, dan taatilah).
Jamaah diam dalam Jumat bukan berarti tidur tapi diam untuk mendengarkan Tuhan atau Nabi SAW “berbicara” lewat khatib. Maka diam, dengar, dan taat adalah pintu masuk rahmat Tuhan bagi para Jamaah Jumat.
Mohammad Nurfatoni