inci 1

Ponari dan Kritik Dunia Medis

Semula siapa yang kenal dan peduli pada Ponari, bocah cilik asal sebuah dusun di Jombang itu. Tapi pekan-pekan ini kita dikejutkannya. Tersebar kabar bahwa Ponari bisa menyembuhkan berbagai penyakit melalui media batu yang dicelupkan pada air putih dan diminum sebagai obat. Batu itu sendiri konon ditemukan Ponari secara misterius saat disambar petir dalam guyuran hujan.

Tersebarnya kabar batu “ajaib” inilah yang mengundang puluhan ribu orang dari berbagai daerah berduyun-duyun mendapat pengobatan di kediamannya. Celakanya, jubelan dan antrian yang tidak tertib, membuat jatuh korban jiwa. Dilaporkan 4 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka.

Tapi memang sangat menarik membaca fenomena Ponari dan puluhan ribu “pasien” yang berharap kesembuhan darinya. Pertama, kita membaca betapa banyak orang yang sedang menderita sakit dan belum mendapat solusi penyembuhannya. Tentu ini sebuah kritik bagi kebijakan pemerintah di bidang pelayanan kesehatan. Problem terbesarnya adalah soal biaya berobat yang mahal.

Pemerintah memang telah lama menebar Puskesmas di berbagai pelosok kecamatan. Namun, jangkauan pelayanan Puskesmas sangat terbatas. Untuk penyakit agak berat, harus dirujuk ke RSUD atau ke RS swasta di kota. Bagi masyarakat umum, berobat ke RS di kota identik dengan biaya mahal. Apalagi sekarang rumah sakit mengharuskan adanya uang muka sebelum menangani pasien rawat inap. Program pemerintah berupa Jamkesmas belum sepenuhnya bisa mengatasi. Masalah klasiknya adalah rumitnya birokrasi pengurusannya, di samping tidak sepenuhnya kasus-kasus penyakit yang berat menjadi bagian dari layanannya.

Kedua, rumit dan mahalnya berobat ke rumah sakit itu seakan-akan terselesaikan ketika orang menemukan apa yang disebut sebagai pengobatan alternatif dan cara-cara instan. Maka berbagai macam metode pengobatan alternatif kini menjadi pilihan, baik yang sudah diakui dan diadaptasi oleh dunia kedokteran semacam metode akupuntur, maupun yang masih dianggap tidak ilmiah.

Dalam perspektif ini kita bisa membaca mengapa orang berbondong-bondong ketika mandapat kabar adanya penyembuhan alternatif yang murah dan dianggap cespleng semacam yang terjadi pada fenomena Ponari, meskipun kita belum mendapatkan buktinya. Tapi penyebutan pengobatan alternatif memang mengindikasikan dua hal. Di samping sebagai alternatif atas mahalnya biaya pengobatan medis, juga sebagai alternatif atas keputusasaan pasien yang belum juga sembuh setelah lama berobat secara medis. Maka ketika ada harapan sembuh secara “instan”, orang-orang yang putus asa itu seakan mendapat solusi, demikian juga yang tak kuasa atas mahalnya biaya pengobatan medis.

Medis versus Supranatural?
Fenomena Ponari tidak saja menimbulkan harapan sembuh bagi masyarakat yang tuna modal sehat, tetapi juga membuat pusaran ekonomi rakyat kecil sekitar rumah Ponari berputar. Dari tukang parkir, penjual makanan, sampai “persewaan” rumah sebagai guest house mendapat berkah ekonomi.

Namun begitu fenomena Ponari juga memunculkan sejumlah keberatan, terutama karena telah jatuh korban jiwa. Tentu sebuah ironi, orang berharap kesembuhan tapi justru terjemput kematian. Ini memang khas masyarakat kita ketika terjadi kerumunan dan antrian. Sikap tidak sabar, tidak tertib, dan maunya menang sendiri, ditambah ketidaksigapan pengamanan adalah penyebab dari korban jiwa setiap kerumunan. Jadi, korban jiwa bukan hanya monopoli fenomena Ponari, tetapi juga pada kerumunan lain semacam pembagian zakat atau BLT.

Keberatan lain yang tak kalah pentingnya adalah tuduhan dimensi non ilmiah dan jauh dari norma agama yang terkandung dalam fenomena Ponari, seperti yang terekam pada pernyataan Kepala Pusat Informasi Masyarakat Depag, Masyhuri, seperti yang dikutip media. “Kami terkejut di era seperti ini masih ada orang yang percaya dengan hal seperti itu. Tidak ada satu dalih pun yang membenarkan teknik pengobatan dengan batu,” katanya.

Tapi benarkah pengobatan Ponari tidak ilmiah, atau lebih jauh apakah setiap pengobatan harus memenuhi kaidah ilmiah? Haruskah pengobatan menjadi monopoli dokter dan petugas medis?

Dalam kaidah agama, diyakini bahwa daya peyembuhan itu milik Tuhan, karena Dia pemilik kuasa segala, termasuk kuasa membuat sakit dan kuasa menyembuhkannya. Dalam perspektif ini diagnosa dokter dan terapi yang diberikannya bukanlah sebab dari sembuhnya seseorang yang sakit, melainkan hanya media penyembuhan yang telah diturunkan Tuhan, yang kemudian dikenal dengan cara medis atau metode ilmiah.

Pertanyaannya, apakah dokter dan metode medis atau ilmiah hanya satu-satunya media yang dipakai Tuhan untuk menyembuhkan suatu penyakit? Menarik untuk mengutip Muhammad Zuhri (“Sufi Healing dan Klasifikasi Kausalitas” dalam Mencari Nama Allah Yang Keseratus, Serambi, 2008). Dalam pandangan Zuhri, yang juga dikenal dengan klinik AIDS dengan metode sufi healing, Tuhan menurunkan dua kausalitas (penyembuhan), yaitu kausalitas supranatural dan kausalitas natural. Kausalitas natural dibagi menjadi kausalitas magis dan kausalitas logis, yang terbagi lagi menjadi logis vertikal dan logis horizontal.

Jika kausalitas supranatural diamanatkan Tuhan pada para kaum arif atau sufi yaitu orang yang punya latihan ruhani (riyadhah) tertentu sehingga punya hubungan yang dekat dengan Tuhan, maka kausalitas natural diamanatkan pada ahli yang lain. Misalnya kausalitas magis diberikan bagi penyihir atau dukun. Kausalitas logis vertikal diamanatkan pada dokter, apoteker, dan tabib tradisional. Sedangkan kausalitas logis horizontal diberikan pada para psikiater atau dokter jiwa.

Dengan teori seperti ini maka terjawab satu pertanyaan bahwa dokter atau medote ilmiah hanyalah salah satu alat yang dipakai Tuhan untuk menjadi penyembuh suatu penyakit, dengan rumusan-rumusan ilmiah yang menjadi standarnya. Teori ini juga membantu kita memetakan di mana posisi Ponari (sekali lagi jika pengobatannya benar terbukti). Jelas metode pengobatan Ponari tidak masuk kategori kausalitas logis yang menjadi ranah dokter, apoteker, atau psikiater. Karena itu benar jika dirasa tidak ilmiah atau tidak logis.

Namun apakah yang tidak logis tidak boleh menyembuhkan? Jika mengikuti teori ini dan kenyataan yang sering terjadi di masyarakat, maka jawab atas pertanyaan tersebut: boleh. Bisa saja Tuhan memberikan kesembuhan lewat makhluknya yang berupa batu yang diamanatkan kepada Ponari kepada rakyat miskin yang termarjinalisasi. Apalagi dalam ranah keimanan, kita diberi contoh beberapa hal yang tidak masuk akal seperti Nabi Ibrahim yang tak terbakar api atau Nabi Isa yang lahir dari ibu suci tanpa ayah. Memang sulit dinalar akal, tetapi bukan berarti tidak rasional melainkan di atas rasional (suprarasional).

Maka dalam perspektif agama, penyembuhan Ponari bisa diterima jika tidak dianggap bahwa batulah penyembuhnya, melainkan Tuhan yang mengamanatkan penyembuhan melaui Ponari dengan media batu. Menjadi persoalan keimanan jika batu atau Ponari itu dianggap keramat yang diagungkan karena penyebab segala kesembuhan. Di sisi lain, ternyata kita juga secara tak sadar “mengeramatkan” dokter atau obat medis karena menganggapnya sebagai penyebab kesembuhan. Secara keimanan, dokter pun hanya sebuah metode yang dipakai Tuhan.

Persoalannya, apakah pengobatan Ponari sudah termasuk supranatural seperti yang sering dipraktikkan para sufi atau pengobatan natural magis seperti dukun? Sebab pengobatan supranatural ditempuh melalui pendekatan langsung kepada Tuhan sementara pengobatan dukun ditempuh melalui makhluk halus (jin/setan). Belum terang bagi kita bagaimana proses riyadhah yang dilakukannya, mengingat dia masih bocah. Yang jelas dalam pandangan agama ada larangan untuk pergi ke dukun.

Tapi lebih dari sekedar pemetaan kausalitas itu, fenomena Ponari adalah kritik atas kita: tentang kemiskinan, esklusifisme RS, dokter, apotek dan kegagalan pemerintah memberi layanan kesehatan pada rakyat kecil. Ponari juga cambuk kecil dari Tuhan tentang keangkuhan akal, ketidaktertiban diri, dan cara berpikir serba instan. [*]

Mohammad Nurfatoni, aktivis FOSI (Forum Studi Islam) Surabaya
Artikel ini telah dimuat harian sore Surabaya Post, Kamis, 12/2/09

Versi asli bisa diklik di:

http://www.surabayapost.co.id/

5 komentar

  1. kita bicara Islam mengenai Ponari, apapun alasannya cara cara seperti ponari itu jelas Musyrik, tolong baca lagi qur’an jangan cari pembenaran tapi buktinya seperti itu.
    penyakit datangnya dari perbuatan diri kita sendiri, kalau betul penyakit dari Alloh saya yakin tak akan ada seorang manusiapun yang dapat menyembuhkan.
    cara ponari itu sangat menggangu keyakinan, contoh : alhamdulillah dengan batu ponari penyakit saya sembuh”
    Kata-kata itu masih berat kepada batu ponari atau yang lainnya ketimbang kepada Alloh. itulah yang menyebabkan orang jadi syirik karena hatinya terbagi antara Alloh dan benda ataupun sejenisnya Jimat dsb.Simak di http://mahropw.wordpress.com
    walaupun sederhana semoga dapat membuka mata hati Muslim

    Suka

  2. @ machro
    Kalau kalimatnya begini, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menyembuhkan kami dengan segala kuasa dan cara-nya.”

    Makasih komentarnya, semoga menjadi pembanding yang bermanfaat.

    Suka

  3. Saya setuju dengan tulisan di atas. Malahan qita2 harus mendukung bahkan melakukan penyelidikan ilmiah dengan pengobatan2 seperti ala ponari sambil meluruskan pandangan org2 agar tidak jadi syirik. Bukannya maen tuduh orang yang berobat ke ponari itu syirik, padahal akui saja karena dokter banyak jg orang jd syirik. Tidak usahkan dalam hal pengobatan, bahkan ada saja kejadian misalnya ketika kecelakaan hampir menimpa seseorang kemudian ia mengatakan “kalo ga saya elakkan pasti dia ketabrak” Nah… yang gitu syirik ga seeeh… Halah @machro… machro…

    Suka

  4. terimakasih responnya:begini setiap saat kita selalu berjanji hanya kepada Engkau menyembah,dan hanya kepada Engkau mohon pertolongan.kata hanya disini menunjukkan tidak adalagi yang lain dan banyak lagi kalimat di qur’an seperti itu,artinya bahwa kita memohon tak perlu melalui yang lain,jadi dapat langsung secara vertikal dan itu untuk menghindari sekecil apapun kesan syirik, simak akibat musyrik di S.Annisa ayat 48
    akibat yang di timbulkan tolong simak di S.Alkahfi ayat 50s/d54.lain lagi dengan berdasarkan Ilmu pengetahuan karena timbul dari akal pemikir manusia yang memang nyata dan dapat langsung dibuktikan.tidak mengandung unsur mistis dan magic.

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s