Tuilsan ini saya adaptasi dari artikel saya soal film “Finah” yang pernah dimuat harian Surabaya Post tahun 2008. Kasusnya sama.
Sebelumnya saya mohon maaf karena dengan menulis tema ini saya ikut membantu menjadikan film ”Innocense of Muslims” semakin terkenal. Setidaknya saya menjadi oramg yang yang kesekian kalinya menulis judul film ini dan membuat Anda pembaca tulisan ini menjadi pengejanya kesekian kalinya.
Tapi saya tidak akan membahas film itu, karena terbukti banyak pemainnya yang mengaku dikibuli. Artinya film itu jauh dari syarat sinematografi. Saya hanya akan membahas relasi antara film itu dengan reaksi umat Islam, yang bagaimana seharusnya!
Saya sangat yakin bahwa Nabi Muhammad SAW, Islam, atau al-Quran tidak akan pernah luntur sedikit pun kemuliaannya gara-gara film itu. Masih ingat salah satu tulisan Emha Ainun Nadjib dalam bukunya Slilit Sang Kiai?
Suatu saat Emha meminta pendapat Kiai Sudrun, “kiai sinting” dari Mojoagung, tentang Salman Rusdhie yang diributkan karena bukunya. Inilah jawab serius Kiai Sudrun, “Soal Ayat-ayat Setan ini, makin menunjukkan bahwa dunia makin tidak beritikad baik terhadap Islam … Tak apa. Itu bukan urusan Islam. Islam itu Islam. Islam tetap Islam, tak pernah bergeser sedikit pun dari kebenaraannya. Silahkan orang seluruh muka bumi membenci, mencurigai atau meninggalkan Islam. Islam tidak akan berubah seinci pun karena disalahpahami. Islam tidak mungkin berubah, laa raiba fiih, tidak ada keraguan di dalamnya …”
Tahun 90-an ketika membaca tulisan Emha itu saya tidak paham apa makna di balik jawaban Kiai Sudrun.Tapi kini mulai menemukan maknanya. Ternyata dua dekade sejak Salman Rusdhie memperolok Islam lewat Ayat-ayat Setan, Islam tidak pernah berubah.
Bahkan nilai-nilai Islam semakin dicari dan pemeluknya semakin tumbuh-berkembang di dunia. Propaganda antiIslam itu ada sejak Abu Lahab. Memang sejak zaman Abu Lahab, propaganda antiislam terus berlangsung. Sebelum fim Innocence of Muslim, ada film “Fitna” oleh Geert Wilders. Ada juga pembuatan kartun Nabi Muhammad saw oleh Lars Vilks dan dimuat Jyland Posten Denmark.
Propaganda Barat yang diikuti negara lain bahwa Islam identik dengan teroris dengan entry point tragedi 11 September, setali tiga uang. Jauh sebelumnya Salman Rusdhie dengan Ayat-ayat Setan.
Dalam skala nasional, pernah ada kasus Arswendo A. dengan survey yang menempatkan Nabi Muhammad pada urutan ke-11 tentang tokoh yang dikagumi di tabloid Monitor. Atau isu terakhir soal berita analisis MetroTV bahwa masjid-masjid sekolah sebagai salah satu tempat rekrutmen teroris muda. Semua itu menunjukkan, mengutip Kyai Sudrun, bahwa dunia makin tidak beritikad baik terhadap Islam.
Bagaimana sikap kita? Jawaban jangka panjang adalah semakin menggiatkan dakwah Islam, dengan kemampuan masing-masing. Lalu melakukan konsolidiasi internal, sesuatu yang menjadi PR besar umat Islam. Sebab sering baru solid jika ada musuh bersama.
Lalu bolehkan melakukan aksi-aksi protes? Boleh-boleh saja, dan, dalam taraf tertentu kita harus melakukannya. Protes perlu dilakukan untuk menujukkan bahwa umat Islam masih ada. Dan harga diri memang perlu dijaga. Tapi sikap reaktif itu jangan sampai menguras energi kita habis-habisan. Karena sikap reaktif kadang justru yang mereka harapkan.
Yang juga penting, jangan sampai dalam bersikap reaktif itu kita membuat keteloderan, sesuatu yang tak produktif. Sebab, itu akan menjadi serangan balik opini. Bahwa kita akan dicap tidak rahmatan lil alamin dan sebagainya. Sebab hegemoni opini sampai saat ini masih dikuasai dunia yang anti-Islam. Maka dengan mudah mereka akan membolak-balik fakta.
Sidojangkung, 18 September 2012
Mohammad Nurfatoni
ada satu lagi pak, yang menurut saya memojokkan Islam khususnya dunia pesantren. Bukunya Denny JA yang kemudian di filmkan Hanung Bramantyo. Cinta Terlarang Batman dan Robin.
http://icalwrisaba.blogspot.com/2012/05/review-cinta-terlarang-batman-dan-robin.html
SukaSuka
Wah, saya baru tahu, monggo dibuat tanggapan Pak!
SukaSuka
http://www.al-khilafah.org/2012/09/hanung-bramantyo-sam-bacile-ala.html
Oh … ini juga bahas Hanung
SukaSuka