IBADAH puasa memang “aneh”. Bagaimana tidak? Dalam puasa, kita dilarang mengkonsumsi makanan dan minuman halal, baik ditinjau dari sisi kepemilikan maupun dzatnya sebelum tiba waktunya. Kita juga dilarang melakukan hubungan intim dengan istri atau suami sah kita.
Pesan apa dibalik “keanehan” tersebut. Pertama, puasa adalah peragaan penting pengendalian hawa nafsu. Kita diuji secara eksterm untuk mengendalikan keinginan-keinginan, meskipun keinginan itu sah dan halal. Dengan peragaan seperti itu, kita diharapkan mampu mengendalikan keinginan-keinginan yang tidak sah dan haram.
Maka sesungguhnya kita bisa membaca pesan penting puasa itu: jangan makan makanan haram (babi, bangkai, darah); jangan pula makan makanan yang diperoleh dengan cara haram (mencuri, merampok, korupsi); jangan minum minuman haram (bir, arak, tuak); jangan pula menenggak barang haram (narkotik dan obat-obatan terlarang); jangan mendekati dan berbuat zina (seks pra-nikah, selingkuh)!
Kedua, puasa adalah peragaan penting pola hidup zuhud (bersahaja, sederhana, tidak kedonyan). Dalam puasa, kita memperagakan bagaimana memanfaatkan kepemilikan secara bersahaja; tidak menghambur-hamburkan dan berfoya-foya, meskipun kita sadar itu milik kita, bahkan sesuatu yang berlimpah. Kita makan cuma dua waktu (buka dan sahur, dengan rentang waktu sekitar 14 jam). Inilah pesan penting puasa: berilah ruang-ruang kosong pada mulut dan perutmu; jangan jejali mulut dan perutmu dengan segudang keinginan, meskipun kamu mampu memenuhinya; jangan penuhi rumah kamu dengan “sampah”, sesuatu yang sebenarnya tidak bermanfaat tapi kamu paksa-paksakan beli demi memenuhi selera, ambisi, dan gengsimu; jangan turuti nafsu konsumtifmu!
Ketiga, puasa adalah peragaan penting pola hidup sosial (berbagi empati, berbagi kepedulian, berbagi kelebihan). Dengan merasakan tidak makan dan minum dalam rentang waktu yang cukup panjang, kita diharapkan mampu berempati, betapa sengsaranya kawan-kawan kita yang serba kekurangan. Mereka lapar tapi tidak cukup tersedia makanan (bergizi). Mereka haus, tapi tidak tersedia minuman (segar). Inilah pesan penting puasa: perhatikan mereka yang tertindas, yang fakir-miskin, yang tergilas oleh mesin pembangunan; penuhi hak-hak mereka yang selama ini kamu genggam erat-erat; bukankah dalam kelimpahan hartamu, terkandung hak-hak fakir-miskin.
Keempat, puasa adalah peragaan penting proses berpikir dan bertindak jernih untuk kepentingan jangka panjang. Dengan bertahan untuk tidak tergoda oleh hal-hak yang menggoda selera sebelum waktunya tiba, orang yang berpuasa pada dasarnya berlatih sekaligus memperagakan proses bersikap sistematis jangka panjang. Dengan mempertahankan kemurnian puasa melalui kalimat “inni shaimun” (sesungguhnya aku sedang berpuasa) ketika ada pihak-pihak lain yang memprovokasi untuk berbuat tercela, maka sesungguhnya kita telah memperagakan model berpikir jemih jangka panjang.
Pesan penting puasa: jangan mudah terprovokasi; jangan gampang terbakar emosi; jangan mudah tergoda oleh kesenangan sesaat; jangan terbujuk oleh rayuan gombal. Pesan penting puasa seperti ini sekaligus untuk menutupi kelemahan manusia yang punya kecenderungan mengambil hal-hal jangka pendek, karena daya tariknya, dan lengah terhadap akibat buruk jangka panjang.
Kelima, puasa adalah peragaan penting kejujuran dan tanggungjawab. Dalam puasa sejati, kita tidak akan mencuri minum seteguk air pun, meskipun orang lain tidak tahu. Inilah peragaan penting sikap jujur dan rasa tanggungjawab kita. Bahwa jujur dan bertanggungjawab itu tidak tergantung pada pihak-pihak lain, melainkan sangat dipengaruhi oleh kesadaran kita sendiri sebagai makhluk yang selalu mendapat perhatian dan pengawasan Tuhan.
Pesan penting puasa: bersikaplah jujur; bertanggungjawab dan ikhlaslah dalam beramal;jangan berbuat karena tergantung pada atasan-bawahan, mertua-menantu, anak-cucu, istri-suami, kawan-kolega; di mana dan kapan pun kamu berada, sendirian atau bersama-sama, tetaplah dalam kejujuran. Sebab Tuhan selalu memperhatikan gerak-gerik kamu.
##
Pesan-pesan penting puasa di alas, tentu saja, bisa dicapai jika puasa kita jalankan bukan sekedar sebagai ibadah seremonial simbolis belaka, ibadah yang hampa makna. Sebab, di samping mengandung sisi-sisi simbolis (tidak makan, tidak minum, tidak berhubungan intim suami istri pada siang hari), puasa juga mengandung makna-makna. Orang yang berpuasa, dengan demikian diharapkan menjadi pribadi yang unggul, yang oleh Allah disebut sebagai hamba muttaqin. Dan bukankah orang bertaqwa itu berciri mampu mengendalikan hawa nafsu, mampu hidup bersahaja, memiliki kepedulian sosial, mampu berpikir dan bersikap jemih berjangka panjang, jujur dan bertanggung jawab!
Mohammad Nurfatoni
Dimuat Buletin Jumat Hanif, No. 20 Tahun ke-4, 17 Desember 1999