Dalam Islam, ditemukan banyak jalan menuju kebaikan. Ada yang berbiaya (mahal) sehingga tidak semua umat Islam sanggup menjalaninya seperti haji dan zakat. Ada pula jalan yang menuntut pengorbanan fisik yang luar biasa bahkan mempertaruhkan nyawa. Karena itu tidak semuanya sanggup menempuhnya, seperti melahirkan anak bagi perempuan atau jihad berperang di jalan Allah bagi kaum lelaki.
Tapi banyak pula jalan yang mudah dan ringan, dan bisa dilakukan oleh semua orang; apakah dia miskin atau kaya, lelaki atau perempuan, tua atau muda, penguasa atau rakyat jelata. Jalan apakah itu? Salah satunya adalah jalan yang diberikan oleh Nabi saw, yang kemudian dirumuskan sebagai ilmu menghadirkan.
Ilmu ini dirumuskan dari sebuah percakapan seorang pemuda dengan Nabi saw, seperti yang terekam dalam hadits berikut: “Ya Nabi Allah, izinkan aku berzina!” Orang-orang berteriak mendengar pertanyaan itu. Tetapi Nabi saw bersabda, “Suruh dia mendekat padaku.” Pemuda itu menghampiri Nabi saw dan duduk di hadapannya. Nabi saw berkata kepadanya, “Apakah kamu suka orang lain mezinai ibumu?” Segera dia menjawab, “Tidak, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusannya.”
Nabi saw bersabda, “Begitu pula orang lain, tidak ingin perzinaan itu terjadi pada ibu-ibu mereka.” Sukakah kamu jika perzinaan itu terjadi pada anak perempuanmu?” “Tidak, semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.” Begitu pula orang lain, tidak ingin perzinaan itu terjadi pada anak perempuan mereka.” “Sukakah kamu, jika perzinaan itu terjadi pada saudara perempuanmu?”
Begitu pula Nabi saw menyebut bibi dari pihak ibu dan pihak bapak. Untuk semua pertanyaan Nabi saw, pemuda itu menjawab, “Tidak!” Nabi saw meletakkan tangannya pada dada pemuda itu seraya berdoa, “Ya Allah, sucikan hatinya, ampuni dosanya, dan pelihara kehormatannya.” Setelah itu tidak ada yang paling dibenci pemuda itu selain perzinaan.
##
Dari percakapan di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu menghadirkan adalah kemampuan “menghadirkan” pengalaman atau perasaan orang lain dalam diri seseorang. Ketika pemuda di atas berniat berzina (memerkosa), maka Nabi saw berusaha menghadirkan perasaan para korban perkosaan dalam diri pemuda itu. Bagaimana jika korban perkosaan itu adalah orang-orang terdekat sang pemuda: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, atau bibi.
Dan ternyata ilmu menghadirkan yang diajarkan Nabi saw di atas sangat ampuh dalam mengurungkan niat jahatnya.
Jadi, jalan termudah menuju kebaikan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah dimilikinya ilmu menghadirkan dalam diri seseorang. Dikatakan mudah karena di samping bisa diraih oleh semua kalangan, ilmu ini tidak membutuhkan persyaratan fisik, finansial, maupun hal-hal teknis lainnya. Yang dibutuhkan hanya hati nurani. Dan tentu, semua orang memilikinya.
Hati nurani adalah suara terdalam kebenaran, maka dia akan memberontak jika disentuh oleh nilai-nilai kebenaran. Dan seorang penjahat tidak akan bercita-cita bahwa anaknya juga kelak akan menjadi penjahat. Itulah cermin masih adanya hati nurani.
Dua Efek
Dengan ilmu menghadirkan kita akan memperoleh efek ganda. Pertama, kita akan terlepas dari perbuatan jahat karena mampu menghadirkan perasaan orang lain yang menjadi korban kejahatan.
Maka, percakapan pemuda dengan Nabi saw di atas bisa dikembangkan dengan percakapan-percakapan imajiner, misalnya percakapan seorang pejabat dengan Nabi saw . “Ya Nabi Allah, ijinkan aku korupsi!” Dan Nabi saw akan bertanya, “Bagaimana jika harta kamu yang dikorupsi orang lain?” “Bagaimana jika perusahaan keluargamu yang dikorupsi para karyawannya?”
Dialog imajiner itu harus kembangkan terus. Bertanyalah saat jadi pengusaha, apakah akan memberlakukan sistem pengupahan yang rendah, sambil bayangkan bagaimana karyawan berupah kecil di tengah kebutuhan dan harga-harga yang melambung naik.
Jika hendak menipu, coba hadirkan perasaan korban penipuan itu. Saat hendak memitnah, hadirkan perasaan orang yang sedang difitnah! Bagaimana pula perasaan Anda jika dicaci-maki orang lain? Pasti menyakitkan.
Ketika membunyikan loud-speaker keras-keras, maka hadirkan perasaan orang yang terganggu dengan suara itu; karena mungkin mereka sedang belajar, menerima telepon, atau sedang bercakap dengan tamu.
Ketika naik mobil di jalan penuh genangan air, hindari genjretan air yang bisa membasahi pejalan kaki atau pengendara sepeda (motor). Bayangkan bagaimana jika Anda yang terkena genjretan air itu.
Kedua, dengan ilmu menghadirkan, kita termotivasi untuk berbuat baik, bijak, dan terpuji; karena mampu menghadirkan perasaan orang lain akibat perbuatan baik itu.
Bagaimana jika mendapati anak-anak yang tidak bisa sekolah? Hadirkan perasaan keterbelakangan yang akan menimpa mereka; tidak terketukkah Anda membantunya. Saat ada yang tidak bisa makan, maka hadirkan perasaan beratnya tertimpa kelaparan. Ini akan menjadi enerji yang luar biasa untuk menyantuninya.
Begitulah seterusnya. Jadi, sangat mudah kan menempuh jalan kebaikan? [*]
Mohammad Nurfatoni
Tulisan ini pernah dipublikasikan oleh majalah Al Falah, edisi Juni 2010