Jangan suka menyepelekan hal-hal kecil sebab hal-hal besar terbentuk dari bagian-bagian kecil. Tak akan ada mesin besar jika tak ada sekrup-sekrup kecil. Dan banyak hal-hal yang [kelihatannya] kecil tapi bernilai besar.
Salah satu hal kecil yang bernilai besar adalah menanam pohon — satu jiwa satu pohon. Pohon bernilai besar; bukan hanya untuk kelestarian semesta tapi juga mengalir pahalanya sampai kubur — seperti sabda Nabi SAW.
Maka kampanye ini sangat penting: “Satu Jiwa Satu Pohon”, minimal. Bukankah pohon berguna untuk semua: kesuburan tanah; kesegaran udara; siklus air?
Perhatikan burung-burung bersarang di dahan-rantingnya dan sebagian besar mengambil makanan dari pohon itu! Belum binatang-binatang kecil yang “berumah” di pohon: semut, laba-laba, atau ulat.
Juga manusia memanfaatkan pohon untuk menjaga kualitas hidupnya. Lalu mengapa tak tersisa sebidang lahan kosong di rumah untuk menanam pohon [keras] dan rerumputan?
Nah kalau sudah terlanjur tanahnya jadi beton semua setidaknya titipkanlah tanaman pohon di lahan kosong yang tersedia. Atau minimal harus banyak ditanam tanaman dalam pot-pot di rumah.
Pengalaman Pribadi
Di rumah saya tanam dua pohon : mangga dan jambu air. Di samping rindang, juga buahnya lumayan. Dan yang penting, efek lingkungan pohon: soal udara, tanah, dan air.
Meski rumah kecil, diusahakan tetap mempertahankan halaman. Meski halaman sempit, diusahakan sebisa mungkin ada tanaman keras.
Tapi saya masih punya utang, satu jiwa satu pohon . Dari tujuh anggota keluarga, masih utang lima pohon keras. Lainnya baru dengan tanaman bunga.
Tapi belakangan, kami tanam tiga tanaman keras: blimbing, srikaya, dan jambu air (lagi). Di lahan sisa miring belakang rumah, yang tidak sampai selebar satu meter (entah kalau pohon sudah besar, bagaimana nanti: mungkin akan disemi-bonsai).
Kami pernah merasa “berdosa” karena menebang pohon palem botol di halaman sempit depan rumah. Padahal pohon itu bersejarah. Dibawa jauh-jauh dai Tuban, sudah tertanam delapan tahun dan sudah besar sekali.
Tapi penebangan pohon itu juga karena ada rasa dosa lainnya, sebab pelepahnya pernah jatuh mengenai tetangga yang sedang duduk di bawahnya.
Saya juga pernah menyesal tidak bisa menahan kegiatan penebangan pohon nangka di rumah tetangga. Padahal, sebelumnya ribuan burung emprit tiap pagi bergemuruh meninggalkan pohon itu, dan sorenya kembali bersarang di situ.
##
Selain menanam pohon ada hal-hal kecil lain yang bernilai besar dan disarankan Nabi SAW untuk dilakukan karena pahalanya juga sampai kubur. Yaitu membuat sumur [untuk umum] dan mengalirkan sungai— rupanya ke-3 hal di atas berkaitan dengan air.
Sayangnya, sumur yang kita buat kini bersifat individual beda sekali dengan sumur zaman kakek-nenek di desa-desa dulu.
Dulu satu sumur untuk lingkungan luas, bahkan bisa satu kampung. Nah sudah saatnya kita menggali semangat sumur Zamzam sebuah sumur “keabadian” yang melepas “dahaga” berjuta manusia.
Soal sungai malah memprihatinkan, kita tidak berusaha mengalirkan atau membuat alirannya lancar seperti yang diperintahkan Nabi SAW. Dan kita tahu sendiri bagaimana akibatnya jika sungai dangkal, menyempit, bahkan menghilang. Salah satunya banjir di musim hujan.
Tapi kita malah sering menghambat — membuang sampah atau bahkan menjadikan lahan tempat tinggal atau usaha.
Selain tiga hal di atas (pohon, sumur, sungai), ada empat peninggalan lainnya yang pahalanya mengalir sampai dalam kubur, yaitu mengajarkan ilmu, membangun masjid, mewariskan mushaf, dan meninggalkan keturunan yang memintakan ampun orang tua.
SELAMAT HARI POHON SEDUNIA (*)
Mohammad Nurfatoni, pecinta kehidupan.