DALAM buku Indonesia X – Files, ahli forensik terkemuka Indonesia, dr Abdul Mun’im Idries SpF, menulis sejumlah kasus kematian yang mengandung misteri.

Perihal kematian Munir yang diracun arsenik, Mun’im menulis: “Pada akhirnya, kematian Munir memang masih menjadi tanda tanya. Punya urusan apa Pollycarpus menghabisi Munir? Kalau memang ia “ditugaskan”, oleh siapa? Jawabannya masih terembunyi di balik halimun misteri yang masih saja menggelayut di awang-awang negeri ini. Hingga kini.”

Mun’im punya otoritas untuk bertanya seperti itu. Ia adalah dokter forensik dalam kasus Munir, juga dalam kasus kematian populer lainnya. Sebut misalnya pembunuhan Marsinah dan Nasrudin. Atau tragedi Tanjung Priok dan Trisakti. Bahkan Mun’im juga ikut mengotopsi Faturrahman Al Ghazi yang ditembak polisi dan militer Filipina atas tuduhan terorisme.

Penuh Misteri. Itu pula yang terjadi pada kematian Wayan Mirna Salihin oleh racun sianida dalam segelas kopi yang diminumnya. Jessica Kumala Wongso, yang menjadi tersangka pembunuhan, adalah sahabat Mirna. Sulit dicerna oleh akal: seorang sahabat membunuh sahabatnya sendiri. Bagaimana bisa, segelas kopi persahabatan berubah menjadi misteri kematian.

Tapi inilah kehidupan. Bukan hanya sesama sahabat, anak membunuh ayah atau suami membunuh istri, bukanlah sebuah dongeng. Itu kisah nyata, kisah masa kini. Bukan seperti penghianatan Brutus pada Julius Caesar yang terjadi 45 tahun sebelum Masehi.

Maka orang berbicara soal motif. Motif bisa membuat orang kalap dan lepas kendali. Seperti Qabil yang membunuh Habil, saudaranya, karena rasa dengki. Dalam kasus Mirna, polisi sendiri belum memberi keterangan, karena Jessica tidak mengakui bahwa ia yang melakukannya.

Tapi dari media massa, juga imedia sosial, berhamburan spekulasi tentang motif pembunuhan Mirna. Padahal motif itu harus dikuak dari pengakuan tersangka, tidak dari lainnya. Kecuali ada skenario. Kita tunggu saja perkembangannya.

Soal motif ini pula yang membuat ragu banyak orang bahwa Pollycarpus adalah aktor utama di balik pembunuhan Munir. Apa pentingnya Munir bagi Pollycarpus, seorang pilot pesawat? Kecuali jika Pollycarpus dilihat dalam perspektif seorang intelejen. Kalau perpektifnya begitu, harus ada “siapa” di balik Pollycarpus.

Tapi sinilah missing link itu. Ada yang terputus. Terlihat jika Pollycarpus yang “dikorbankan”, mungkin dengan sejumlah jaminan atau kompensasi. Masih misteri, sampai kini.

Yang juga menarik, pembunuhan dengan racun, arsenik pada Munir atau sianida pada Mirna, bukanlah pembunuhan biasa. “Pelakunya sangat pintar mencari racun yang termasuk ideal untuk membunuh yaitu arsenik yang tidak ada rasa, bau, atau warna,” tulis Mun’im menyorot kasus Munir.

Demikian juga dalam kasus Mirna. Tidak sembarang orang bisa mendapatkan sianida. ”Itu adalah mainan intelejen,” kata pengamat. Setidaknya, pembunuhan dengan racun mematikan membutuhkan pengetahuan soal bahan kimia dan akses mendapatkannya. Apakah Jessica sehebat itu. Ini juga masih misteri.

Tapi, sebenarnya yang menjadi misteri itu kematian atau aktor di balik kematian? “Menurut ajaran taswuf, insanlah yang merupakan rahasia Allah (menyimpan misteri), sedang kematian hanya merupakan the milestone of human life,” tulis Muhammad Zuhri, dalam buku Mencari Nama Allah yang Keseratus.

Kematian adalah sisi lain dari kehidupan. Keberadaannya menjadi tak terpisahkan dari wujud kehidupan. Maka bisa dikatakan bahwa setiap manusia sejak kelahirannya telah mendukung kematiannya sendiri. Namun begitu, kematian masih menjadi sesuatu yang menakutkan bagi banyak orang.

Mengapa takut? “Karena kematian selalu diidentikkan dengan tragedi, sakit, ketidakberdayaan, kehilangan, dan kebangkrutan hidup,” tulis Komaruddin Hidayat dalam Psikologi Kematian.

Tapi ucapan Socrates yang dikutip Quraish Shihab dari kitab Al Milal wa An Nihal karya Abu Al Fatih Muhammad Asy Syharastani (wafat 1153 M) ini cukup mencengangkan, “Ketika aku meneliti rahasia kehidupan kutemukan maut, dan ketika kutemukan maut kutemukan sesudahnya kehidupan abadi. Karena itu kita harus prihatin dengan kehidupan dan bergembira dengan kematian karena kita hidup untuk mati dan kita mati untuk hidup.”

Meski kematian adalah jalan kehidupan abadi, namun kehidupan wajib dihormati. Dan pembunuhan adalah penghianatan yang amat besar pada kehidupan. Semoga pembunuhan Mirna adalah x-file terakhir.

Mohammad Nurfatoni
Sekretaris Yayasan Bina Qalam Indonesia

Dipublikasikan kali pertama Jumat, 5 Pebruari 2016 oleh harian Duta Masyarakat, terbit di Surabaya, bekerjasama dengan Yayasan Bina Qalam Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s