Saya tertegun cukup lama. Benarkah wajah “manis” tanpa otot kekar, berkumis tipis tanpa jenggot panjang, berpeci putih dan berbaju koko itu seorang teroris? Di sebelahnya bocah kecil dalam pangkuan ibu muda berjilbab dan berkaca mata, Sri Mardiati—sang istri yang menolak kalau suaminya itu adalah Abu Dujana.
Saya, mungkin Anda, agak sulit menjawabnya. Tapi polisi, juga media massa, dengan kekuasaannya telah memberi ‘kepastian’ jawaban. Abu Dujana—begitu pria itu diidentifikasi—adalah seorang teroris, bahkan gembong teroris. Nama Abu Dujana sudah lama tercatat sebagai buronan berharga polisi.
Teroris? Peta polisi memang memasang nama itu sebagai salah satu nama penting dari Jamaah Islamiyah (JI). Karena itu ia ‘teroris’? Tentu. Karena dalam daftar yang dibuat Amerika Serikat (AS), JI termasuk satu dari sekian organisasi teror. Jadi, siapa saja yang berbau JI pasti akan digulung polisi, termasuk mereka yang pernah berteman atau rumahnya disinggahi. Dan tidak main-main, akan dijerat hukum teroris.
Hukum teroris! Hukuman yang paling berat di dunia saat ini. Bukan saja karena proses penanganannya yang spesifik—misalnya membolehkan ditangkapnya seorang tanpa bukti materiil, melainkan cukup dari laporan intelejen—juga ancaman hukumnya cukup berat: mati.
Tapi bukan itu saja soalnya. Para ‘teroris’ itu boleh diperlakukan semena-mena, serendah-rendahnya derajat manusia. Ditembak dalam keadaan tidak melawan di depan anak-anak kecilnya. Atau disiksa: disulut rokok, disetrum, atau ditelanjangi sebagaimana tahanan ‘teroris’ AS di Guantanamo.
Yang lebih memprihatinkan, hukum ‘teroris’ akan ‘mengadili’ pula keluarganya: istri dan anak-anak; juga orang tua atau mertua dan sanak kadang lainnya. Anehnya para pengadil tidak saja datang dari polisi, jaksa, atau hakim melainkan menjalar jauh sampai media massa; para tokoh—termasuk ulama, juga para tetangga.
Siapa Teroris?
Polisi, sebagaimana AS, telah membuat vonis bahwa Jamaah Islamiyah adalah teroris. Saya tidak tahu persis apakah JI itu memang sebuah organisasi Islam beneran atau jadi-jadian. Yang jelas dengan kendaraan JI itu para aktivis Muslim, juga mereka yang ‘berbau’ Muslim tersangkut tuduhan teroris (ingat, betapa susahnya yang punya nama Muslim [nama Arab] memasuki AS dan negara pengekornya!).
Mengapa JI dimasukkan dalam daftar organisasi teroris? Karena mereka dituduh mempunyai jalinan dengan Al Qaidah dan dituduh sebagai perencana dan pelaku peledakan bom yang beroperasi di Asia Tenggara.
Mengapa yang yang punya hubungan dengan Al Qaidah secara otomatis adalah teroris? Karena Al Qaidah—saya juga tidak tahu persis apakah ini organisasi Islam beneran atau jadi-jadian—dituduh berada di balik peledakan gedung WTC AS, 11 September 2001—saya juga tidak tahu persis apakah kejadian ini beneran perbuatan Al Qaidah atau jadi-jadian AS?
Jadi, siapa sebenarnya teroris itu? Sejauh ini, belum ada definisi tentang terorisme yang baku. Bahkan negara-negara anggota PBB pun masih berdebat tentang apa itu terorisme. Hanya saja, penggunaan istilah itu cenderung ditujukan untuk Islam.
Jika karena tuduhan tindak kekerasan, termasuk pengeboman atau pembunuhan yang dilakukan, Al Qaidah dan JI dituduh sebagai organisasi teroris, mengapa Israel yang jelas-jelas melakukan tindakan penganiayaan, penindasan, pengusiran dan pembunuhan massal terhadap rakyat Palestina tidak disebut sebagai negara teroris? Malah sebaliknya pejuang Palestina yang memperjuangkan kemerdekaan dari pendudukan Israel malah dicap oleh AS dan Israel sebagai teroris!
Mengapa juga AS yang jelas-jelas membumihanguskan peradaban Irak (tidak sekedar meledakkan bom dan membunuh orang) tidak disebut negara super-teroris?
Mengapa? Ya, mengapa? Karena terorisme itu adalah sebuah wacana politik yang maknanya ditentukan oleh ‘yang kuat’.
Dan AS, negara, juga media massa, adalalah pemenangnya!
Sidojangkung, 21 Juni 2007
(Dimuat Buletin HANIF, 22 Juni 2007)
menurut saya teroris itu adalah bentuk fitnah baru untuk melemahkan lawan dalam hal ini ummat islam
SukaSuka
Begitulah
SukaSuka
terores…mengapa yg selalu dituduh islam….nyata2 yg teroris…..
SukaSuka