Seri 1001 Islamiphobia

Selasa 20 Maret 2007, sekitar pukul 18.30 WIB, sejumlah personil Detasemen Khusus 88 Anti Teroris Mabes Polri menyergap sekelompok orang yang diduga merupakan teroris di depan Toko Bangunan Alam Jaya, Jl Ringroad Utara, RT 9 No 14, Dusun Karangnongko, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY.

Satu orang tewas dalam penyergapan itu dan satu lainnya luka-luka. Sedangkan tiga tersangka lainnya langsung dibawa oleh Densus 88. Berdasarkan informasi di lapangan, kelima tersangka yang disergap Densus tersebut merupakan anggota pelaku teroris kelompok Abu Dujana. Abu Dujana sendiri diduga merupakan pelaku pengeboman Hotel JW Marriot dan Kedubes Australia yang terjadi beberapa tahun lalu.

Setelah peristiwa di atas, beruntun terjadi penangkapan lanjutan. Pada 21 dan 26 Maret 2007 di Surabaya Tim Densus 88 menangkap dua orang yang dituduh sebagai bagian dari jaringan teroris dengan sewenang-wenang tanpa melalui prosedur. Di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, dilaporkan empat warga hilang oleh keluarganya. Satu di antara mereka adalah dr Rudi Satriawan, seorang dokter di RS Kustati, sebuah rumah sakit milik yayasan Islam di kota Surakarta.

#

Rabu 21 Maret 2007 pukul 08.00 WIB, Tamsil Linrung, anggota Komisi IV DPR dari F-PKS dicekal tidak boleh ke luar negeri karena dianggap teroris. Pencekalan tersebut dilakukan oleh Kedutaan Besar Kanada.

Pembatalan keberangkatan Tamsil hanya sesaat sebelum dia menaiki pesawat Cathay Pacific Airways yang akan membawanya ke Kanada bersama 11 anggota DPR lainnya yang tergabung dalam pansus RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil. Tamsil dilarang naik pesawat oleh petugas keamanan bandara yang mendapat instruksi dari Kedubes AS.

##

Sabtu 24 Maret 2007, Dewan Keamanan (DK) PBB menjatuhkan sanksi bagi Iran melalui Resolusi 1747. Rancangan resolusi yang dirumuskan Inggris, Prancis, dan Jerman itu disepakati secara bulat oleh 15 negara anggota DK PBB, termasuk Indonesia, di markas PBB, New York.

Resolusi ini memperluas sanksi atas Iran yang ditetapkan pada Desember 2006 dalam Resolusi 1737. Di antara isi Resolusi 1747 adalah larangan secara menyeluruh ekspor senjata Iran maupun pembatasan penjualan senjata ke Iran. Isi resolusi juga membekukan aset milik 28 lembaga atau perorangan yang berhubungan dengan program nuklir dan rudal Iran.

###

Adakah makna di balik data-data di atas? Adakah keterkaitan antarperistiwa-peristiwa di atas?

Tidak sulit untuk menjawab dua pertanyaan di atas. Tentu, jika kita mengetahui kata kuncinya. Kata kunci pertama adalah teroris. Ketiga peristiwa di atas mencuat karena dihubung-hubungkan dengan terorisme.

Abu Dujana, dan mereka yang ditangkap karena dikaitkan dengan nama ini, disebut sebagai pelaku teroris dan bagian dari jaringan Nurdin M. Top—nama yang dianggap sebagai gembong teroris karena dituduh sebagai pelaku berbagai rangkaian teror bom di Tanah Air.

Sementara itu dalam klarifikasinya, Tamsil menduga ada tiga hal yang menyebabkan Kedutaan Besar Kanada membatalkan visanya ke luar negeri, dengan mendapatkan informasinya di internet. Pertama, Tamsil dianggap ditahan di Filipina tahun 2002 karena dituduh membawa bahan peledak.

Tuduhan lain yang dialamatkan ke Tamsil terkait dengan jaringan Jemaah Islamiah. Selain itu, sebagai ketua Komite Penanggulangan Krisis (Kompak), ia dianggap melakukan tindakan kekerasan di Sulawesi.

Sedangkan soal nuklir Iran? Berkali-kali Iran menjelaskan bahwa program pengkayaan uraniumnya adalah untuk proyek perdamaian. Tapi dunia Barat, tetap berprasangka buruk bahwa program nuklir Iran adalah untuk senjata. Dalam perspektif Amerika Serikat, senjata bagi dunia Islam, adalah untuk mendukung terorisme. Sementara As membiarkan negaranya sendiri dan Israel, juga India dan Inggris mengembangkan (senjata) nuklir.

AS dan Islamiphobia

Kata kunci kedua yang bisa menjelaskan keterkaitan ketiga peristiwa di atas adalah Amerika Serikat. Sejak peristiwa 11 September 2001, AS di bawah presiden George W. Bush menggalang kekuatan dunia, tak terkecuali Indonesia, untuk memerangi terorisme. Dalam konteks ini kita melihat bahwa segala isu tentang terorisme tidak jauh dari AS.

Maka kita menempatkan posisi Detasemen Khusus 88 Anti Teroris tidak lepas dari isu global terorisme itu. Secara simbolis kita bisa mengkaitkan posisi itu dengan ”ide” Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Abubakar Ba’asyir, yang mengusulkan nama Detasemen Khusus yang sebelumnya bernama Densus 88 menjadi Densus 5.000. “Nama 88 apa itu? Itu kan 88 orang yang mati di Bali, kenapa tidak dibikin Densus 5.000, yakni 3.000 orang Islam mati di Ambon dan 2.000 mati di Poso,” katanya.

Demikian juga pencekalan Tamsil Linrung. Pencekalan ini tidak berdasar. Berkali-kali Tamsil menjelaskan. “Hal tersebut sudah clear, saya dinyatakan tidak bersalah di pengadilan Filipina,” ujarnya. “Itu semua alasan lama, tidak `up to date. Bahkan, BIN (Badan Intelijen Negara) era Hendropriyono dan Syamsir Siregar menyatakan saya clear,” katanya. Buktinya, kata Tamsil, dirinya bisa bepergian ke luar negeri pascaperistiwa di Filipina. Negara yang pernah ia kunjungi pascaperistiwa itu antara lain Singapura, Malaysia dan Filipina sendiri

Bagaimana dengan sanksi Dewan Keamaan PBB terhadap Iran, termasuk keputusan RI untuk ikut menyetujui penjatuhan sanksi tersebut? Semua itu tak lepas dari pesan sponsor AS.

Kata kunci selanjutnya adalah Islamiphobia (ketakutan pada Islam), Rupanya George W. Bush, terobsesi tesis tentang perang peradaban yang diperkenalkan Samuel Huntington dalam bukunya yang berpengaruh The Clash of Civilization and the Remaking of World Order (1996). Huntington melihat bahwa sumber utama konflik dalam dunia baru bukanlah ideologi, politik atau ekonomi, tetapi budaya. Budaya dalam manifestasi yang lebih luas adalah peradaban, suatu unsur yang membentuk pola kohesi, disintegrasi dan konflik.

Meskipun ia mengidentifikasi sembilan peradaban kontemporer, namun hanya dua peradaban yang menjadi favorit pembahasannya yakni Barat dan Islam. Bagi Huntington, tantangan para pengambil keputusan di Barat adalah bagaimana membuat Barat semakin kuat dan menjaga peradaban lain agar tetap terkontrol, terutama Islam.

Maka, jangan heran jika AS menganggap kekuatan Islam menjadi ancaman. Lihatlah: yang diburu oleh Densus 88 mayoritas adalah para pejuang “alumni” Afghanistan, Moro Filipina atau Ambon dan Poso. Tamsil Linrung sebelum bergabung pada PKS adalah aktivis Muslim yang memperjuangkan tegaknya syariat Islam. Demikian juga Iran, negara Islam paling gigih yang menentang AS dan Israel, selain Irak sebelum dihancurkan AS.

Jadi tidak mustahil tiga peristiwa beruntut yang berkaitan dengan terorisme, Islam dan AS di atas adalah pra-skenario AS untuk menghantam kekuatan dunia Islam yang kesekian kalinya (sebut saja seri 1001); menyusul (dugaan rekayasa) peristiwa 11 September, Bom Bali 1 & 2, penangkapan aktivis-aktivis Muslim, serta pencaplokan negara Islam seperti Afghanistan dan Irak.

Tentu, yang sangat disayangkan adalah kepatuhan pemerintah Indonesia (sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim) dalam melayani agenda dan kepentingan AS itu! Waallahu a’lam.

Menganti, 28 Maret 2007

(dimuat di majalah Muslim, Edisi 4, April 2007)

3 komentar

  1. Apakah yang delapan puluh delapan bisa diabaikan dihadapan yang lima ribu? Nyawa bukan statistik, Bung! Apa buat Bung nyawa yang non-muslim tidak ‘seberharga’ nyawa yang muslim? — Inikah agama yang dibawa Sang Nabi yang sedang Bung wartakan??? Masya’allah!

    Suka

  2. Sebetulnya dalam ISLAM tercantum segala sesuatu mengenai tata cara pengaturan untuk kehidupan dunia agar selaras, seimbang dan manusiawi, hanya saja kebanyakan manusia tidak mau bersikap manusiawi, tidak mau diatur malahan maunya sebagai pengatur saja walaupun manusia itu tahu bahwa yang mereka buat itu hanya berdasarkan dirinya atau kelompoknya saja

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s