Dari depan: Aqil Rausanfikr Mohammad, Rosyad Hisbussalam Mohammad, dan Azka Izzuddin Mohammad. Berfoto di Desa Mangi, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban.

Untuk kali kedua, RSI Wonokromo menjadi pilihan kelahiran anak ketiga kami. Di samping dekat rumah, melahirkan di RSI terasa lebih sreg. Mengapa? Karena di rumah sakit itu kalau ada kejadian darurat penangannya lebih cepat, dan embel-embel Islam lebih menjamin nilai-nilai keyakinan kami.

Tidak ada masalah yang berarti saat istri melahirkan putranya kali ini, 3 Maret 1998. Lancar-lancar saja termasuk kepulangan pascamelahirkan. Pulang naik taksi dan diantar oleh dua sahabat istri: Heppy Prasetyo Ayu dan Sofie Giantari. Hanya malam-malam di rumah, bayi kami ini lebih rewel, sering nangis. Dan yang bisa menenangkannya ternyata gendongan. Maka seringkali tantenya, Nihayatun ikut membantu menggendongnya.

Anak ketiga kami ini juga menandai rumah (kontrakan) kami yang ketiga. Ternyata, kelahiran anak-anak selalu ditandai dengan suasana rumah baru. Tiga kali kehadiran bayi, tiga kali pula kami menempati rumah yang berbeda. Untuk kali ini, rumah kontrakan kami berdampingan dengan rumah induk dan jalannya buntu. Karena itu secara psikologis kami lebih nyaman; serasa tinggal bersama orang tua dan tanpa gangguan lalu lalang kendaraan, apalagi gangguan kriminal seperti masa bayi kedua.

Aqil Rausanfikr Mohammad

Begitu bayi kami beri nama. Pemberian nama kali ini tanpa dibarengi tradisi akikah. Karena kondisi ekonomi, dan entah kenapa tidak juga dapat kiriman dua kambing dari desa seperti dua putra kami sebelumnya.

Nama ini kami pilih sebagai sekuel nama-nama sebelumnya. Anak pertama kami beri nama ideolog (Izzuddin) , anak kedua pejuang (Hizbussalam), dan anak ketiga ini sebagai ilmuwan dan atau cendekiawan (Rausanfikr). Nanti akan kami tulis juga bahwa nama anak keempat dan kelima adalah lanjutan sekuel ini.

Aqil, berasal dari bahasa Arab yang berarti berakal. Rausanfikr saya ambil dari istilah yang dipopulerkan oleh Ali Syariati, ideolog dari Iran. Rausanfikr bermakna cendekiawan, yaitu ilmuan yang sadar akan kondisi lingkungan dan tergerak untuk membawanya dalam kebaikan.

Rausanfikr bukan ilmuan di atas menara gading yang hanya bisa merumuskan teori-teori, melainkan dia adalah juga agen perubahan. Dan Mohammad adalah nama ayahnya, nama yang selalu melekat pada nama anak-anak termasuk anak putri. Nama Mohammad kalau diruntut jauh ke belakang adalah nama nabi akhir zaman, Muhammad SAW. Seorang nabi besar yang terpuji dan membawa perubahan besar dunia.

Kami berharap dengan nama-nama itu, ketiga putra kami menjadi trisula dalam membangun dan memperjuangkan peradaban Islam. 

Efek Aqil

Kelahiran anak ketiga ini, membuat mertua berusaha membantu ikut merawat anak-anak kami yang masih kecil-kecil. Maka dibawalah Rosyad kecil, putra kedua kami, ke desa. Berat rasanya kami harus melepas anak, meskipun ke orang tua sendiri. Sebab prinsip kami, anak-anak adalah amanah Allah yang harus kami besarkan dalam kondisi bersama orang tuanya langsung.

Tapi keadaan dan kemauan orang tua membuat kami luluh. Maka tangisan kami pecah saat Rosyad kecil harus berpisah dengan kami. Kami tak tega melepas Rosyad kecil berpisah dengan kami, meskipun bersifat sementara, karena ternyata saat Rosyad hendak memasuki usia TK, kami “memintanya” kembali. Dan kali ini bapak mertua yang keberatan, sebeb terbaca bahwa beliau ingin mengasuhnya sampai besar dan dididik untuk menjadi penerus perjuangan beliau sebagai pemuka agama di desa.

Rosyad sendiri akhirnya kembali bersama kami. Dan niat bapak mertua menjadikannya “kiai” mungkin malah tergantikan oleh Aqil, karena secara tidak sadar; Aqil sepeningglnya abahnya KH Abdul Mukti, justru sekolah dan mesantren di SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT CIS ID 113 – Ponpes Darul Ulum Jombang, yang tentu saja lebih mendekati keinginan harapan abahnya, punya penerus kekiaiannya.

Sementara Rosyad justru (akan) menekuni ilmu terapan di Kyoto University, Jepang. Tapi Aqil sendiri menyatakan tidak berniat menjadi kiai di desa abahnya. Dia bercita-cita menjadi ekonom lulusan UI yang akan berkiprah untuk kebaikan umat dan bangsa (akhirnya kuliah di Teknik Sipil ITS Surabaya dan saat tulisan ini diunggah, dia sedang persiapan tes masuk S2 di UI).

Selamat ulang tahun ke-16, semoga cita-cita muliamu terkabul. Amien. 

Sidojangkung, 3 Maret 2014

Ayah, Mohammad Nurfatoni 

Foto keluarga tahun 2021 di Kawah Ijen, Banyuwangi. Dari kiri: penulis, Faza Fajrulfatkhi Mohammad (anak keempat), dan Aqil Rausanfikr Mohammad (anak ketiga), Zada Kanza Makhfiyah Mohammad (anak kelima, Siti Rondiyah (istri),, Rosyad Hisbussalam Mohammad (anak kedua). Anak pertama Azka Izzuddin Mohammad tidak ikut karena sudah menikah dengan Ratih Retnowati dan tinggal di Jakarta.

Satu komentar

Tinggalkan komentar