Indonesia Tergadaikan?

Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya (Ibrahim/14: 46)

 

“Indonesia Lapor ke Australia,” demikian head line harian Jawa Pos Rabu, (13/6). Berita ini diturunkan oleh Jawa Pos berkaitan dengan ramainya lagi penangkapan terhadap—apa yang oleh polisi dan media disebut—jaringan teroris di Indonesia, di antaranya (kelompok) Abu Dujana.

Australia secara eksplisit menyebut Indonesia berhasil menangkap pemegang kendali Jamaah Islamiyah (JI) itu. Informasi dari Negeri Kanguru tersebut disampaikan langsung Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer. Dia mengatakan bahwa pejabat yang berwenang di Indonesia telah memberi tahu dirinya tentang penangkapan Abu Dujana. “Saya bisa memastikan bahwa itulah yang dikatakan oleh seorang pejabat di Indonesia,” kata Downer kepada Sky News seperti dikutip surat kabar The Age.

Apa yang menarik dari berita di atas? Inilah berita telanjang bahwa perburuan terhadap apa yang disebut jaringan teroris oleh Densus 88 Antiteror Polri memiliki hubungan yang sangat erat dengan pihak luar negeri. Sudah lama masyarakat menganggap bahwa perburuan para aktivis Muslim Indonesia oleh Densus 88 adalah bagian dari proyek global dengan tema melawan terorisme, dengan sponsor utama AS (masuk di dalamnya Australia). Sejak peristiwa 11 September 2001, AS di bawah komando George W. Bush menggalang kekuatan dunia, tak terkecuali Indonesia, untuk memerangi terorisme. Dalam konteks ini kita melihat bahwa segala isu tentang terorisme tidak jauh dari AS.

Maka kita menempatkan posisi Densus 88 Antiteror Polri tidak lepas dari isu global terorisme itu. Secara simbolik kita bisa mengkaitkan posisi itu dengan”ide” Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Abubakar Ba’asyir, yang mengusulkan nama Detasemen Khusus yang sebelumnya bernama Densus 88 menjadi Densus 5.000. “Nama 88 apa itu? Itu kan 88 orang Australia yang mati di Bali, kenapa tidak dibikin Densus 5.000, yakni 3.000 orang Islam mati di Ambon dan 2.000 mati di Poso,” katanya.

Tentu saja, buru-buru pernyataan Downer itu segera dibantah. Mabes Polri tidak memastikan apakah buron kasus terorisme Abu Dujana telah ditangkap seperti yang disampaikan Downer. Klarifikasi juga dilakukan oleh Duta Besar Australia di Jakarta Bill Farmer kepada Kapolri Jenderal Pol Sutanto. Farmer didampingi Kepala Kepolisian Federal Australia Commissioner Mick Keelty. “Mereka meralat dengan mengatakan apa yang dikatakan menterinya tidak seperti di media. Menteri mereka hanya menyampaikan penghargaan untuk penangkapan teroris,” ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto kepada wartawan.

Tapi, apa ya sebodoh itu rakyat Indonesia? Bagaimana mungkin pernyataan seorang pejabat setingkat menteri sangat tidak akurat?

 

Mempertanyakan Nasionalisme Indonesia

Nafsu besar Indonesia menangkap rakyatnya sendiri dengan tuduhan terlibat jaringan terorisme tentu sangat disayangkan. Karena di samping sangat subjektif dan tidak menutup kemungkinan bagian dari sebuah rekayasa global dengan merek Islamiphobia, tuduhan dan penangkapan itu menunjukkan sempitnya rasa nasionalisme pemerintah Indonesia sendiri. Bahkan bukan dalam kasus isu terorisme saja, dalam kasus TKW misalnya, pemerintah sangat kurang respek melakukan pembelaan terhadap rakyatnya.

Mari kita bandingkan dengan sikap pemerintah Kamboja. Pada halaman Internasionalnya harian Kompas Selasa (12/6) menurunkan berita, “Hun Sen Marah Besar

Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Senin (11/6), berang atas tuduhan Thailand bahwa kelompok Muslim Kamboja memiliki kaitan dengan kelompok regional Jemaah Islamiyah atau JI. “Tuduhan tak berdasar ini tidak bisa diterima,” tegasnya. Sebelumnya, Jenderal Purnawirawan Watanachai Chaimuanwong, penasihat senior bidang keamanan untuk Perdana Menteri Thailand Surayud Chulanont, mengatakan bahwa sebuah kelompok Muslim Kamboja yang memiliki jaringan ke JI telah masuk ke Thailand selatan.

Kepada seorang pejabat Kedutaan Besar Thailand yang hadir di acara itu, Hun Sen memintanya untuk mencatat pernyataannya dan menyampaikan kepada Pemerintah Thailand. “Saya sudah pada tahap tidak bisa bersikap toleran lagi atas tuduhan seperti itu,” katanya.

“Sangat menyedihkan (mendengar) Muslim Kamboja dituduh sebagai teroris. Tuduhan ini sangat menyeramkan. Kamboja bukanlah tempat berlindung (kelompok) yang akan melancarkan serangan ke Thailand,” ujar Hun Sen.

Jadi, ah … apakah Endonesia (karena kita susah bilang Indonesia…, meminjam situs endonesia.com) sudah tergadaikan? Wallahu A’lam!

 

Sidojangkung, 13 Juni 2007

Dimuat pada HANIF, 15 Juni 2007