Ibadah puasa, seperti halnya ibadah-ibadah yang lain dalam Islam, merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena itu, tingkat keberhasilan seseorang dalam menjalanken ibadahnya, tidak saja ditinjau dari sisi fiqh (telah memenuhi rukun dan syarat), melainkan juga harus dilihat dari sejauh mana pelakunya semakin berhasil mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Sisi inilah yang kemudian dikenal sebagai pesan moral.
Antara ketentuan fiqh dan pesan moral dalam sebuah ibadah tidaklah boleh dipisah-pisahkan. Keduanya ibarat dua sisi mata uang. Tidak terpisahkan salah satu di antaranya. Jika hendak dipaksapisahkan, maka yang kemudian didapati adalah kepinjangan-kepinjangan. Tidak bisa orang mengambil sisi fiqh-nya saja dengan menggabaikan pesan moralnya. Sebaliknya tidak akan bisa dicapai pesan moral tanpa menjalankan sisi fiqh-nya.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Tahukah kalian siapa yang bangkrut itu?” Para sahabat berkala, “Bagi kami yang bangkrut adalah orang yang kehilangan hartanya dan seluruh miliknya.” “Tidak,” kata Rasulullah. “Yang bangkrut ialah orang yang datang pada hari Kiamat dengan membawa pahala puasanya, pahala zakatnya, dan pahala hajinya, tetapi ketika pehala-pahala itu ditimbang datanglah orang mengadu. ‘Ya Allah dahulu orang itu pernah menuduhku berbuat sesuatu padahal aku tidak pernah melakukannya.’ Kemudian Allah menyuruh orang yang diadukan itu untuk membayar orang itu dengan sebagaian pahala dan menyerahkannya kepada orang yang mengadu itu.”
“Kemudian datang orang yang lain lagi dan mengadu, ‘Ya Allah hakku pernah diambil sewenang-wenang.’ Lalu Allah menyuruh lagi membayar dengan amal salehnya kepada orang yang mengadu itu.”
“Setelah ilu datang lagi orang yang mengadu; sampai seluruh pahala shalat, haji, dan puasanya itu habis dipakai untuk membayar orang yang haknya pernah dirampas, yang pernah disakiti hatinya, yang pernah dituduh tanpa alasan yang jelas. Semuanya dia bayarkan sampai tidak tersisa pahala amal salehnya. Tetapi orang yang mengadu masih datang lagi. Maka Allah memutuskan agar kejelekan orang yang mengadu dipindahkan kepada orang itu.”
Kata Rasulullah SAW selanjutnya, “Itulah orang yang bangkrut di Hari Kiamat.”
##
Puasa, di samping mengharuskan terpenuhinya aspek-aspek fiqh, tentu juga mengandung pesan moral. Salah satu pernyataan Rasulullah SAW tentang pesan moral puasa, misalnya, bisa kita baca dari sabda beliau, “Berapa banyak orang yang berpuasa,letapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga.”
Tidak terlalu sulit untuk memahami sabda beliau di atas, bahwa ternyata banyak orang yang puasanya telah memenuhi ketentuan fiqh, tetapi mereka tidak berhasil menggali pesan moralnya. Dalam sebuah hadis lain diriwayatkan bahwa pada bulan Ramadhan ada seorang wanita sedang mencaci-maki pembantunya. Dan Rasulullah SAW mendengarnya. Kemudian beliau menyuruh seseorang untuk membawa makanan dan memanggil orang itu. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Makanlah makanan ini.” Perempuan ilu menjawab, “Saya sedang berpuasa ya Rasulullah.” Rasulullah SAW bersabda lagi, “Bagaimana mungkin kamu berpuasa padahal kamu mencaci-maki pembantumu. Sesungguhnya puasa adalah sebagai penghalang bagi kamu untuk tidak berbuat hal-hal yang tercela. Betapa sedikitnya orang yang berpuasa dan betapa banyaknya orang yang kelaparan.”
Lantas apa pesan moral di balik ibadah puasa? Seperti disabdakan Rasulullah SAW di atas, puasa mengajari kita untuk selalu berbuat baik. Bahkan di dalam bulan Ramadhan, upaya pencapaian perbuatan baik itu didukung sepenuhnya oleh suasana yang sangat kondusif. Bayangkan, seperti penjelasan sebuah hadis, di bulan Ramadhan pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Memang, dalam kenyataannya, di bulan Ratuadhan orang-orang sangat menghormati kebajikan. “Tempat-tempat maksiat (di)tutup, meskipun ada yang setengah hati; orang didorong bershadaqah (memberi makan orang berbuka, membantu yang miskin), orang termolivasi mengeluarken zakat maal, orang bersemangat berjamaah shalat, langit bergemuruh oleh senandung lantunan Qur’an, dan sebagainya).
Sedangkan salah satu elemen perbuatan baik adalah membangun harmoni kehidupan sosial (hablumninallah). Rasulullah SAW berkali-kali mengingatkan betapa pentingnya hal itu, misalnya seperti yang tercernin dari sabda beliau: “Demi Allah tidak beriman. Demi Allah tidak beriman. Demi Allah tidak beriman.” Para sahabat bertanya, “Siapa orang itu ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Orang yang tingkah lakunya selalu membuat tetangganya merasa tidak aman.”
##
Di saat-saat puasa kita di bulan Ramadhan tahun ini menjelang berakhir, pesan moral puasa di atas menjadi penting untuk direnungkan. Agar puasa kita tidak sekedar berimplikasi fisikal: lapar dan dahaga; agar kita tidak termasuk orang yang bangkrut di hari akhir; agar kehidupan kita lebih baik, tenteram; yang harmoni; dan semuanya itu terangkum dalam kalimat: agar kita menjadi orang yang bertaqwa, sebagaimana tujuan puasa itu sendiri, laallakumm tattaquun!
Mohammad Nurfatoni
Dimuat Buletin Jumat Hanif No. 21 Tahun ke-5, 22/12/2000