Mengukur Kemuliaan

Suatu malam, seorang pria mendatangi Rasulullah Saw. yang sedang berada di Masjid Nabawi, Madinah. Selepas mengucapkan salam, pria itu berkata kepada beliau, “Aku lapar dan letih, wahai Rasul!” Mendengar ucapan tersebut, Rasulullah Saw. kemudian mengutus seseorang kepada salah seorang istri beliau untuk menanyakan apakah di rumahnya ada masakan dan makanan. Sang istri pun berkata kepada orang yang diutus oleh beliau, “Demi Allah yang mengutus Muhammad Saw. dengan kebenaran, aku hanya mempunyai air!” Kemudian, Rasulullah Saw. mengutus orang itu kepada istri-istri beliau yang lain untuk menanyakan apakah di rumah mereka ada makanan dan masakan. Ternyata, istri-istri beliau tersebut memberikan jawaban yang sama.

Menerima laporan yang demikian, beliau lantas berkata kepada orang-orang yang ada bersama beliau, “Siapa di antara kalian yang berkenan menjamu orang ini, niscaya dia akan dianugerahi rahmat oleh Allah.”

“Saya yang akan menjamunya, wahai Rasul!” jawab seorang Anshar penuh semangat. Pria Anshar itu kemudian mengajak tamunya itu ke rumahnya. Sebelum mempersilakan tamunya masuk, pria Anshar itu menemui istrinya di dalam rumah dan bertanya kepadanya, “Istriku, apakah engkau mempunyai makanan?” “Tidak, kecuali makanan untuk anak-anak kita,” jawab sang istri. “Kalau begitu, hiburlah anak-anak kita! Dengan apa saja! Lalu, apabila tamu kita masuk, kecilkanlah lentera itu dan perlihatkan kepadanya seakan kita sedang makan. Jika dia hampir makan, mendekatlah ke lentera itu dan padamkan!”

Sang tamu pun dipersilakan masuk dan makan. Seusai menikmati makanan yang ada, tamu itu memohon diri untuk berlalu.

Pada hari berikutnya, pria Anshar itu datang ke Masjid Nabawi dengan tujuan untuk mengikuti pertemuan yang dihadiri Rasulullah Saw., seperti pada hari-hari sebelumnya. Melihat pria itu, beliau tersenyum dan berkata kepadanya, “Sungguh, Allah sangat kagum terhadap apa yang telah kalian lakukan semalam. [Ahmad Rofi’ Usmani, ”Allah Sangat Kagum terhadap Kalian!”, dalam Teladan Indah Rasulullah dalam Ibadah, Mizan, 2005]

##

Apa yang menarik dari kisah di atas? Pertama, kemuliaan ternyata tidak terletak pada harta dan benda-benda. Kisah di atas menginformasikan betapa sederhana dan bersahajanya hidup Rasulullah saw; bahkan untuk persediaan (kelebihan) makanan pun tidak ada di rumah beliau. Sementara kita sepakat bahwa Muhammad saw adalah manusia yang paling mulia.

Tentu, jika kemuliaan terletak pada harta dan benda-benda, beliau tidak termasuk kategori manusia mulia. Kehidupan keluarga beliau sangat sederhana, jauh dari benda-benda—apalagi yang mewah—dan harta; meskipun bukan berati Rasulullah saw tidak bisa kaya. Rasulullah saw justru memilih hidup sederhana, cukup bisa mempertahankan hidup dan kehormatan keluarga.

Tapi, Muhammad saw tetaplah manusia termulia. Beliau menjadi teladan terbaik, yang namanya selalu disebut-sebut oleh milyaran manusia sepanjang masa. Ajaran yang dibawahnya menjadi tolok ukur kehidupan mulia. Ternyata, kemuliaan Rasulullah saw dibangun oleh sikap dan kepribadiannya, serta kegigihan beliau dalam memperjuangkan kebenaran.

Kedua, saling berbagi, menolong, dan membantu sesama adalah cermin dari kemuliaan diri. Inilah yang diperlihatkan oleh sahabat Anshar; yang dengan penuh semangat menyediakan dirinya untuk memberi pertolongan pada yang membutuhkan.

Ketiga, dalam memberi pertolongan dan bantuan, tidak harus menunggu saat kita berlebih dan serba kecukupan. Justru, kemulian itu tercermin dari kesadaran kita untuk rela berkorban ketika memberi pertolongan; seperti yang dicontohkan oleh sahabat Anshar di atas. Dia rela memberikan jatah makan keluarganya, karena penghormatannya pada tamu dan kemampuannya memilih dan memilah prioritas kebutuhan. Sahabat itu mampu membaca bahwa sang tamu Rasulullah saw lebih membutuhkan makanan itu; dari pada keluarganya, meskipun sesungguhnya mereka pun belum makan.

Sikap sahabat Anshar inilah yang membuat Rasulullah saw kagum terhadapnya. Semoga, kita pun mampu dikagumi oleh beliau. [*]

Menganti, 9 Nopember 2006
Mohammad Nurfatoni

Dimuat juga pada kolom “Hikmah” di http://www.cakrawala-print.com